Jadi Perempuan di Negeriku itu Sulit
Gambar : Foto sang penulis dalam bayang-bayang
Opini - Saya hanya bisa memaparkan sedikit dari banyaknya yang kami alami ketika menjadi perempuan di negeri ini. sebelum saya memaparkan saya ingin memberi tau beberapa bentuk ketidakadilan yang kami dapatkan ketika menjadi perempuan.
Pertama adalah subordinasi, yaitu kondisi yang menempatkan perempuan pada posisi yang lebih rendah dari laki – laki, contohnya ; seorang ibu yang tidak diberi kesempatan untuk mengambil keputusan dan menyalurkan pendapat.
Kedua ada, Stereotip gender yaitu penandaan terhadap suatu kelompok tertentu yang seringkali merugikan dan menimbulkan ketidakadilan, contohnya ; pendapat bahwa kami perempuan sering berdandan untuk menarik perhatian lawan jenis (dapat dilihat dalam ketentuan Pasal 5 PERMA nomor 3 tahun 2017)
Ketiga adalah Beban ganda, beban pekerjaan yang diterima salah satu jenis kelamin lebih banyak dibandingkan jenis kelamin tertentu contohnya ; kami perempuan memiliki peran dalam mengurus rumah tangga, memastikan suami dan anak dalam keadaan baik, melahirkan, menyusui, atau dapat dikatakan bahwa kami perempuan memiliki beban kerja majemuk tetapi sering kali tidak dihargai dan dianggap.
Kemudian Marginalisasi, yaitu suatu proses peminggiran dari akses sumber daya atau pemiskinan yang kami alami sebagai perempuan akibat perubahan gender di masyarakat, contohnya; kami dianggap sebagai makhluk domestik dalam hal ini hanya diarahkan untuk menjadi pengurus rumah tangga.
Terakhir, yang paling sering kami alami adalah Kekerasan. Adanya perlakuan kasar atau tindakan yang bersumber dari sumber kekerasan salah satunya kekerasan terhadap jenis kelamin tertentu yaitu perempuan dengan anggapan gender yang eksis dan diakui di masyarakat patriarki berpusat pada kekuasaan laki – laki misal anggapan bahwa kami perempuan itu lemah, pasrah, dan menjadi obyek seksual sehingga dalam konteks ini dikenal istilah gender based violence.
Ketika...
Kami lantang, kami dianggap berlebihan.
Ketika kami diam, kami dikira bisu.
Bahkan ketika kami tidak berdaya, pria menganggap kami lemah.
Kami kuat, kami dianggap tidak butuh pria.
Kami merasa cantik, kami dibully.
Kami berbadan montok, kami dibilang penggoda.
Kami berdada rata, kami tidak menggoda.
Kami pandai bersolek, perempuan lain bilang sok cantik.
Tapi jika kami tidak bersolek, kami tidak menarik.
Kami berbikini, kami dianggap terlalu berani.
Kami dasteran, kami jelas tidak seksi.
Kami berhijab, cara berhijab kami dicibir.
Tapi ketika kami tidak berhijab, kami malah makin dicibir.
Hal itu dialami hampir oleh seluruh perempuan, dan kami sebagai perempuan merasa tertekan merasa insecure bahkan kadang sampai menyalahkan diri sendiri mengapa terlahir seperti ini, kadang hanya karena perkataan yang dilontarkan seseorang yang tidak mempunyai hati, kami bahkan rela melukai diri kami sendiri.
Apa lagi hal yang saya sampaikan tadi keluar dari mulut seorang laki-laki, yang jadi pertanyaan saya. Apakah mereka terlahir bukan dari seorang perempuan?, Apakah mereka tidak mempunyai adik/kakak perempuan?
Beberapa orang juga mungkin tidak memperdulikan yang namanya kesetaraan gender padahal hal tersebut sangat dibutuhkan terlebih untuk kami perempuan. Mungkin kalian bertanya – tanya apa sih itu kesetaraan gender? Kenapa perlu mencapai kesetaraan gender?
Jadi kesetaraan gender itu merujuk kepada suatu keadaan setara antara laki – laki dan perempuan dalam pemenuhan hak dan kewajiban, sedangkan alasan mengapa kita perlu mencapai kesetaraan gender yaitu karena; Masih rendahnya kualitas hidup dan peran kami sebagai perempuan dalam berbagai bidang kehidupan sosial masyarakat, Masih tingginya kasus kekerasan kepada kami (perempuan) dan Masih adanya kesenjangan hak akses dan partisipasi dalam pembangunan dan penguasaan sumber daya antara kami perempuan dan laki-laki.
Tapi ketika. Kami bisa masak, rasa dikomentari.
Tapi jika kami tidak bisa masak, kami malah dicaci maki. Kami yang tidak kunjung nikah, digosipin tetangga kanan kiri. Tapi ketika kami nikah cepat, mulut tetangga mulai berspekulasi. Kami ingin jadi ibu rumah tangga, kami dianggap bodoh. Yang lebih parahnya ketika kami ingin menjadi wanita karir, kami dibilang tidak tau kodrat.
Tapi ketika kami memilih tidak menikah, kami diteriaki feminazi (wanita yang dipandang ingin melebihi pria ketimbang kesetaraan) kami ingin punya anak, ditekan untuk bikin anak selanjutnya. Disaat gak punya anak, malah dianggap ga sempurna. Tapi kalo kami tidak ingin punya anak, dibilang feminis gila.
Tapi apakah kamu tau bagaimana seorang perempuan mengorbankan dirinya sendiri hanya karena tidak ingin mengecewakan orang lain, dan bagaimana mungkin tidak ada yang memihak kami sekalipun alam semesta,bahkan kami tidak dapat menemukan kebahagiaan di manapun bahkan di diri kami sendiri.
Sudah berapa kali kami berpesan
“jangan sedih“
“jangan takut“
“jangan ngeluh“
Sudah berapa kali kami paksakan untuk tidak merasakan seperti manusia?
Kalau di tanya lelah atau tidak, jawabannya itu sudah tidak bisa kami definisikan.
Harus baik, katanya
Harus berguna, katanya
Harus sabar, katanya
Harus berhasil, katanya
Lelah, katamu
Gagal lagi, katamu
Selalu salah, katamu
Menyerah saja, katamu
Bahkan kami sering merasa, sabar kami, selalu kurang, usaha kami, dianggap tak pernah maksimal.
Lahir dari rahim ibu, tapi makan dari perkataan orang lain. Sekolah buat meraih cita, tapi tidak tau harus apa jika realita yang diterima bukan yang kami inginkan. berusaha buat berhasil, tapi tidak tau caranya berusaha kalau gagal, orang lain berani buat kami takut, berhasil buat kami menyerah, padahal urusan mimpi kami sendiri yang pegang kendali.
Ada banyak ketidakadilan yang kami dapatkan ketika menjadi seorang perempuan, oh iya tentang statement bahwa “perempuan selalu benar“. Itu hanya statement yang digunakan laki-laki untuk menghindar dari kesalahannya bukan?
Reminder for All Girls.
"Separuh kecantikan manusia terletak pada lisannya dan separuh lainnya terletak pada akalnya. Adapun wajah, tak lebih hanyalah kulit pembungkus saja yang akan usang dimakan zaman".
Ini terlalu sederhana untuk disebut depresi, kami kira.
Penulis : (Khanza Putri Hakeem Mahasiswa Ilmu Hukum Angkatan 2021)
Sesama perempuan kita harus dukung saling rangkul 🤗
ReplyDeletejgn saling menjatuhkan tdk hanya laki laki sebagai pelaku kebanyakan juga perempuan menjatuhkan sesama perempuan lainnya