Bencana Krisis Pangan Cukupkan Terjadi di Negri Wano Era Shogun Orochi Saja, Di Indonesia Jangan Sampai
OPINI - Alkisah, setelah pulang berlayar bersama Raja Bajak Laut, Gold D. Roger. Kozuki Oden akhirnya pulang ke negri asalnya, Wano. Banyak yang berubah saat kepulangannya.
Termasuk kematian ayahnya. Kematian ayahnya ini menyebabkan pergantian shogun. Shogun dalam Jepang kuno berarti jenderal. Gelar Sei-i Taishōgun diberikan kepada panglima keshogunan (bakufu) sejak zaman Kamakura hingga zaman Edo. Shogun adalah juga pejabat Tōryō (kepala klan samurai) yang didapatkannya berdasarkan garis keturunan. Berdasarkan garis keturunan yang harus menerima posisi Shogun adalah Kozuki Oden. Namun, karena satu dan lain hal yang tidak mungkin dituliskan secara detail maka posisi Shogun tersebut diambil alih oleh Orochi Kurozmi Orochi.
Ketika masa jabatan Shogun Orochi, negri Wano yang indah lagi lestari berubah menjadi kering lagi tandus. Bahkan sumber air dan sungai yang mengalir beberapanya berubah menjadi hitam pekat akibat limbah pabrik. Sumber makanan juga dalamnya berupa ikan tidak dapat dimakan akibat kandungan racunnya itu.
Limbah pabrik itu merupakan hasil pembuangan dari pabrik pabrik milik Bajak Laut Hyakuju no Kaido. Bajak laut binatang buas yang terkenal dengan anak buahnya memiliki kekuatan seperti binatang buas yang kekuatannya didapat dari buah iblis.
Bajak Laut ini dipimpin oleh seorang Kaido, bajak laut dengan badan besar yang menjalin kerjasama dengan Shogun Orochi dalam memimpin Negri Wano.
Kehidupan di Negri Wano pada era itu betul betul kelam, Negri pernah subur yang rakyatnya hidup melarat. Penyebab terbesar kerusakan ekologi di Negri Wano adalah pabrik senjata yang dibangun oleh Kaido. Bukannya tanpa protes, di Era Shogun Orochi mereka yang memberontak akan langsung dieksekusi mati. Miris memang melihat orang orang yang tanahnya dirampas untuk produksi kapitalis juga untuk memenuhi pasar global semata.
Bahkan, salah satu desa di Wano, Ebisu. Hanya hidup dari tertawa. Iya! Tertawa! Mereka tertawa untuk menutupi kesedihan mereka akibat bencana kelaparan yang tak kunjung usai.
Dalam kisah dunia nyata kejadian seperti krisis pangan maupun bencana kelaparan lainnya tidak jauh berbeda dari Negri yang nun jauh dari Jepang tapi masih memiliki hubungan pertalian kolonialisasi.
Indonesia sebagaimana Negri Wano di masa jayanya adalah negri yang subur. Sehingga Jepang sebagaimana catatan buku buku sejarah SMA tertarik datang ke Indonesia untuk kolonialisasi.
Walau tidak terjadi "kolonialisasi yang tidak sempurna" oleh yang dalam kesepakatan buku buku sejarah di Indonesia sampai hari ini dijajah oleh 3 bangsa yang berbeda yaitu Portugis, Belanda dan Jepang.
Berdasarkan pendapat Marx, negara negara koloni yang mengalami keterbelakangan bukan karena mereka dieksploitasi, melainkan karena kurang dieksploitasi. Itulah yang dimaksud Marx sebagai bentuk kolonialisasi yang tidak sempurna. Kay menjelaskan hal tersebut terjadi akibat kurangnya dorongan untuk meningkatkan produktivitas kerja.
Dr. Suwandhy dalam hal ini menanggapi bahwasanya dalam budaya lokal Indonesia sendiri telah mempunya cara cara tradisional dalam menjaga cadangan pangan sehingga mencegah resiko terjadinya bencana kelaparan.
Namun sayangnya, berdasarkan data laporan Global Hunger Index (GHI) Indonesia meraih skor 19,1; menempati urutan ke 70 dari 107 negara. Cukup seru melihat negara negara berkompetisi dalam hal kelaparan.
GHI sampai hari ini mencatat, ada 690 juta orang (sekitar satu dari setiap 10 orang di dunia) menderita kurang gizi.
Seharusnya bencana kelaparan seperti itu tidak perlu terjadi di negara kita. Mengingat kondisi negara ini adalah negara agraris yang tongkat dan kayu ditanam dapat jadi tanaman.
Berdasar pasal 33 ayat 3 UUD 1945 berbunyi "Bumi dan air dan kekayaan alam yg terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat".
Dari sini kita dapat pahami pemanfaatan sumber daya alam diperlukan untuk orang banyak bukan sekedar perorang atau perkelompok. Jika diterapkan dengan benar, seharusnya kesadaran untuk saling menghargai agar terhindar dari krisis pangan dapat terjadi.
Namun, sayang. Hal demikian hanya menjadi sebuah mimpi mimpi yang berkembang di dunia imaji saja, tidak untuk sampai di dunia nyata.
Penanganan Negara dalam konflik agraria terkesan melupakan delik "dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat". Sehingga asas untuk orang banyak itu tidak dihiraukan sama sekali.
Contoh terbaru bagaimana negara berperan aktif dalam konflik di Desa Wadas, Kecamatan Bener, Purworejo, Jawa Tengah. Yang dimana aparatur negara seperti biasanya menjalankan perannya dengan represif.
Berdasar laporan dari Tirto.id kronologi kejadian bermula saat sejumlah warga dan kuasa hukum dari Lembaga Bantuan Hukum Yogyakarta ditangkap saat aksi penolakan tambang batu andesit di Desa Wadas, Kecamatan Bener, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah.
Penangkapan itu dilakukan saat warga melakukan aksi blokir jalan, dengan batang pohon sambil aksi duduk dan bersalawat, setelah ada rencana sosialisasi penambangan batu andesit untuk proyek Bendungan Bener pada Jumat (23/4/2021).
Sebenarnya, hal ini didasari penolakan warga terhadap pembangunan pertambangan dan pembangunan waduk. Berdasar dari rilisan pers LBHI Yogyakarta
Penolakan sudah dilakukan sejak tahap sosialisasi terkait pengadaan tanah untuk pembangunan Bendungan Bener pada 27 Maret 2018 yang diadakan oleh Balai Besar Wilayah Sungai – Serayu Opak (BBWS-SO), pada saat itu warga wadas secara serentak melakukan walkout dari forum sosialisasi.
Penolakan ini dilakukan warga dikarenakan untuk menjaga ekosistem agar tetap berjalan dengan baik. Pembangunan yang dilakukan dianggap akan mencemari lingkungan.
Pola pola seperti hal di atas telah menjadi hal umum di Indonesia. Bagaimana industrialisasi selalu memakan korban dan menjadi momok menakutkan bagi masyarakat sekitar yang ekosistem dan lingkungannya dirusak. Sehingga kegiatan cocok tanam maupun bertani menjadi terhambat.
Jangan sampai, bencana kelaparan di negri Wano akibat pencemaran dari pabrik terjadi di Indonesia. Keegoisan Shogun Orochi dan ambisi Kaido juga jangan sampai merasuki penyelenggara negara kita.
Bukankah keadilan sosial ditujukan untuk orang banyak?
Penulis : Muh. Ian Hidayat Anwar (Ketua Bidang Keilmuan HMJ Ilmu Hukum periode 2021-2022)
No comments