Dilematisasi Menjadi Seorang Perempuan
“Katanya perempuan adalah makhluk istimewa, namun mengapa perempuan selalu dibebankan pilihan untuk menentukan hidupnya ke depan?”
OPINI - Terlahir menjadi seorang perempuan, membuat saya menyadari bahwa ada batasan yang tidak bisa saya labrak. Ibaratnya sebebas apapun saya ingin pergi, tetap ada tembok pembatas yang menghalangi gerak saya untuk melangkah lebih jauh. Tembok tersebut bernama hukum. Di Indonesia sendiri menerapkan tiga jenis hukum, yakni hukum positif (hukum Negara), hukum islam dan hukum adat.
Di antara ketiga hukum tersebut, dua diantara nya lah yang menjadi pembatas gerak perempuan yakni hukum islam dan hukum adat yang berlaku di masyarakat. Sebenarnya, ketiga hukum tersebut memberikan kebebasan kepada perempuan, namun ada aturan tertentu yang tidak bisa dilanggar. Misalnya dalam hukum islam, perempuan tidak diperbolehkan bepergian jauh seorang diri tanpa ditemani mahramnya, hal ini tentu ada alasannya agar perempuan bisa terjaga dan terlindungi dari orang-orang luar yang berniat jahat.
Selain ada batasan, perempuan juga selalu dibuat dilema dengan beberapa pilihan. Menurut Najwa Shihab, saat ditanya tentang pilihan antara menjadi ibu rumah tangga atau wanita karir, dengan tegas ia menjawab “Mengapa perempuan harus memilih jika ia bisa menjalankan keduanya dan mengapa hanya perempuan yang diberi pilihan sedangkan laki-laki tidak diberi pilihan tersebut, apakah laki-laki juga mau jika disuruh memilih antara menjadi ayah yang baik atau bekerja?” tentu jawaban tersebut mewakili jawaban kebanyakan perempuan.
Sejak lulus SMA, perempuan sudah diberikan 3 pilihan, yakni menikah, kuliah atau bekerja. Di beberapa daerah di Indonesia menerapkan pernikahan dini bagi perempuan yang baru saja lulus sekolah. Hal ini karena mereka berpandangan bahwa “Perempuan tidak usah sekolah tinggi-tinggi, karena kodrat perempuan hanya 3 tempat yakni sumur, dapur dan kasur”. Inilah yang membuat stigma masyarakat terlalu rendah memandang perempuan dan selalu memarginalkan mereka di posisi kedua setelah laki-laki.
Padahal, jika kita berbicara kodrat menurut saya kodrat perempuan hanya lima, yaitu menstruasi (datang bulan), masa mengandung, melahirkan, menyusui dan nifas (masa 40 hari setelah melahirkan). Selain dari itu bukanlah menjadi sebuah kodrat melainkan tugas perempuan yang juga bisa dikerjakan oleh laki-laki.
Selanjutnya, setelah menikah perempuan akan kembali diberikan pilihan yang sulit yakni memilih antara menjadi ibu rumah tangga atau wanita karir, yang dimana kedua hal ini tentu memilki kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Jika perempuan memilih hanya menjadi ibu rumah tangga maka ada beberapa kelebihan yang akan ia dapat, yakni ia akan memiliki banyak waktu bersama suami dan anak-anaknya, ia akan menyaksikan perkembangan anaknya dan ia juga tidak perlu pusing memikirkan hal lain, yang perlu ia fikirkan hanya mengurus rumah tangganya dengan baik.
Sedangkan kekurangannya ialah ia tidak terlalu paham tentang tren yang sedang berkembang misalnya dari segi fashion, ia juga harus bisa memutar otaknya untuk mengatur keuangan dengan baik karena hanya suami saja yang mencari nafkah, dan cepat atau lambat ia akan merasa jenuh karena jarang bisa menikmati waktunya sendiri, ia terus disibukkan dengan pekerjaan rumah serta mengurus suami dan anak.
Sedangkan jika memilih menjadi wanita karir setelah menikah, maka ada beberapa kelebihan yang diperoleh yakni, ia tetap akan berpenampilan modis karena pastinya ia harus mengikuti tren fashion agar tak tersaingi oleh rekannya, ia juga tidak perlu terlalu pusing mengatur keuangan karena dengan bekerjanya dua pihak maka kebutuhan rumah tangga sudah tentu akan terpenuhi, selain itu, ia juga tentu tidak akan merasa jenuh karena ia beraktivitas di luar jadi akan banyak bertemu orang baru, mendatangi banyak tempat serta mendapatkan pengalaman. Selain kelebihan, menjadi wanita karis tentu juga memiki banyak kekurangan yaitu, memilki beban ganda yakni harus tetap menjalankan tugasnya sebagai ibu rumah tangga dan juga wajib mengerjakan tugasnya di kantor.
Hal ini yang membuat kebanyakan perempuan dilema, andai saja suami mau mengerti dengan berbagi pekerjaan rumah dan mengurus anak dengan istri yang memilih menjadi wanita karir mungkin hal ini tidak akan terjadi. Selanjutnya, ia juga akan kekurangan waktu bersama keluarga terutama bersama anak. Hal ini disebabkan karena wanita yang bekerja tentu tidak memilki banyak waktu di rumah sehingga ia akan menitipkan anaknya kepada orang tua atau menyewa baby sitter. Jika ini terjadi, maka ia tidak akan bisa menyaksikan perkembangan anaknya secara langsung, bahkan ketika dewasa nanti, anak tidak akan terlalu merindukan ibunya karena dari kecil sudah terbiasa tanpa kehadiran sosok ibu.
Dampak lainnya ialah saat istri memilki karir yang lebih bagus daripada suaminya, biasanya inilah yang menyebabkan adanya kecemburuan karena suami merasa harga dirinya diinjak hanya karena pangkat atau pekerjaannya lebih rendah daripada istri, maka timbullah pertengkaran di dalam rumah tangga yang dimana perempuan akan diminta lagi untuk memilih antara berhenti dari pekerjaannya dan hanya menjadi ibu rumah tangga atau ia bisa melanjutkan pekerjaannya namun akibatnya adalah istri akan diceraikan.
Sungguh miris, makhluk yang katanya istimewa namun harus dibebankan pilihan. Perempuan seolah tak bisa menentukan jalan hidupnya sendiri, akan ada selalu kekangan dari pihak lain yang membuatnya dilema. Pilihan tersebut ibarat memakan buah simalakama yakni apapun pilihannya ia akan tetap dianggap salah. Itulah mengapa topik tentang perempuan selalu ramai dibincangkan karena perempuan dianggap sebagai sebuah objek yang menarik di media. Sehingga berita buruk yang menimpa perempuan tak akan pernah habis terdengar di telinga masyarakat seperti pelakor, pelacur, hamil di luar nikah, menjadi korban pelecehan seksual, serta masih banyak lagi yang lainnya.
Maka dari itu, sebagai seorang perempuan saya berharap adanya kesadaran perempuan untuk menyadari bahwa dirinya istimewa dengan cara menunjukkan kualitas dan potensi yang ia miliki agar bisa ikut bersaing di ranah publik dan tak terus terkungkung dalam tembok budaya yang akan membuatnya semakin terpinggirkan di masyarakat. Pilihan memang akan terus diberikan kepada perempuan, namun perempuan harus membuktikan bahwa memilih salah satu ataupun memilih semuanya merupakan keputusan tepat yang tidak akan merugikannya di kemudian hari
Penulis : Sitti Aisyah Achmad (Mahasiswa Ilmu Hukum Angkatan 2018)
No comments