Penundaan Pemilu Sebagai Defisit Moral Para Pemimpin
Gambar : Khairunnisa
OPINI - Usulan penundaan Pemilu 2024 dengan narasi tentang pandemi Covid-19 dan pemulihan ekonomi. Banyak alasan untuk menunda pemilu tak ada dasarnya. Itu sebabnya usulan itu sangat ditentang. Banyak berbagai kalangan yang menolak penundaan pemilihan umum
2024
Alasan harusnya ditolak Bertentangan Amanat reformasi yang telah ditetapkan dalam Undang-Undang Dasar 1945
Pada pasal 7 dan pasal 22E, pemilu dilaksanakan setiap 5 tahun sekali dan presiden serta wakil presiden hanya dipilih kembali untuk satu kali masa jabatan.Alasan pandemi Covid-19 untuk menunda pemilu 2024 juga tidak bisa digunakan. Sebab, Indonesia mampu melaksanakan 270 Pemilihan Kepala Daerah serentak pada 9 Desember 2020
Sementara itu dengan munculnya alasan anggaran tidak logis digunakan untuk menunda pemilu 2024. Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan masih memiliki anggaran dalam program pemulihan ekonomi nasional (PEN) sebesar Rp 178,3 triliun untuk memindahkan Ibu Kota Negara (IKN). "Untuk memindahkan dan membangun IKN kita punya uang berdasarkan UU IKN
Alasan yang dibuat-buat para elite politik untuk membenarkan penundaan pemilu seperti pemulihan ekonomi hingga kepuasan publik terhadap kinerja Presiden Joko Widodo atau Jokowi mudah sekali dibantah dan inkonstitusional.
Apakah presiden sudah menjalankan kewajibannya sebagai suatu pemimpin suatu negara dengan terjadinya penundaan pemilu ini? Justru menurut saya tidak sama sekali, penundaan pemilu ini sebagai contoh bahwa secara tidak langsung presiden melecehkan lembar konstitusi sebagai pedoman dalam bernegara, Seharusnya beliau paham bahwa usulan tersebut justru bertentangan dengan prinsip demokrasi yang dijamin oleh konstitusi.
Penulis : Khairunnisa (Mahasiswa Ilmu Hukum Angkatan 2020
No comments