• Breaking News

    ⚖️ Himpunan Mahasiswa Jurusan Ilmu hukum 𝐄𝐪𝐮𝐮𝐦 𝐞𝐭 𝐛𝐨𝐧𝐮𝐦 𝐞𝐬𝐭 𝐥𝐞𝐱 𝐥𝐞𝐠𝐮𝐦 ⚖️ Fakultas Syariah dan Hukum, Uin Alauddin Makassar ⚖️

    Polemik RKUHP : Kritik Presiden dan Ketidakpastian Hukum

     



    Sumber : Andi Muhammad Fiqran Sulmi


    Opini - Belakangan ini dunia maya digemparkan dengan adanya pembahasan mengenai pasal mengerikan Rancangan Undang-undang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RUU KUHP), pasal yang memuat tentang hina pemerintah penjara 3 tahun? Lebih mengerikan lagi, karena draf tersebut akan disahkan pada juli mendatang.

    Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Penghinaan berasal dari kata dasar hina, arti kata penghinaan adalah proses, cara, perbuatan menghina(kan). Arti lainnya dari penghinaan adalah menistakan. Contoh: Penghinaan yang dilontarkan kepadanya betul-betul keterlaluan. 

    Sedangkan arti kritik didalam KBBI adalah kecaman atau tanggapan, atau kupasan kadang-kadang disertai uraian dan pertimbangan baik buruk terhadap suatu hasil karya, pendapat, dan sebagainya. Kritik bisa juga disebut suatu ungkapan atau tanggapan mengenai baik atau buruknya suatu tindakan yang akan atau sudah dibuat. Dengan adanya kritik, suatu karya akan teruji kualitasnya.

    Hal tersebut jika dilihat dari topik penghinaan terhadap pemerintah sendiri sebenarnya tidak ada yang salah. Yang jadi permasalahannya adalah ketika bagaimana jika sebuah kritikan diplesetkan menjadi sebuah bentuk ketersinggungan yang jelas jelas melanggar berdasarkan aturan dalam RUU KUHP ini. 

    Kita bisa bayangkan, jika RUU KUHP disahkan, pemerintah melalui pasal 218, 220, 241, 353, 354, dan 439 RUU KUHP dapat mengancam kebebasan berpendapat di masyarakat, karena jika kita mengkritik pemerintah kita berpotensi dikriminalisasi dengan RKUHP. Secara teori undang-undang ini bagus jika sesuai dengan praktik nya, seperti menangkap orang orang yang suka menyebar hoax, fitnah, menghina dan memancing adanya perpecahan, seperti pada kasus ringgo abdillah beberapa tahun silam yang memposting foto menginjak foto presiden bapak jokowi, dan kasus yang menyebarkan foto stupa candi borobudur yang diganti menjadi muka bapak presiden jokowi.

    Namun Jika undang-undang tersebut dibuat untuk menangkap orang gaduh seperti mereka saya setuju, tapi jika undang-undang yang dibuat hanya untuk membatasi masyarakat mengkritik kinerja pejabat yang palsu seperti janji janji politiknya, saya menolak keras dengan adanya undang-undang ini. Jangan sampai undang-undang yang dibuat untuk menertibkan dan menjaga malah dijadikan alat oleh yang berkuasa.

    Bagaimana pun tidak bisa dipungkiri bahwa bentuk ketersinggungan setiap orang berbeda beda tergantung bagaimana orang tersebut menanggapi nya, bisa saja bagi kita hal tersebut sebagai bentuk kritikan tetapi bagi mereka yang dimaksud sebuah penghinaan.

    Di dalam RKUHP belum memuat kepastian hukum tentang unsur unsur yang mana masuk kategori tentang penghinaan dan yang mana masuk ke kategori tentang kritik, itu harusnya sudah diperjelas didalam RKUHP tersebut. 

    Pantaskah Rancangan Undang-undang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana ini di Sah kan?

    #Semuabisakena


    Penulis: Andi Muhammad Fiqran Sulmi (Mahasiswa Ilmu Hukum Angkatan 2020)

    No comments