Relevansi Kampus Sebagai Miniatur Pemerintahan
Opini- Secara faktual, kita menyaksikan bagaimana kampus dan pemerintahan Indonesia memiliki kemiripan. Sebagai contoh, walaupun tidak secara mutlak, struktur organisasi di lingkup kampus hampir sama dengan sistem pemerintahan Indonesia.
Melihat tatanan ruang lingkupnya, terdapat penerapan trias politica ala Montesquieu. Didalamnya terdapat pimpinan tingkat fakultas (Daerah) sampai pimpinan tingkat Universitas (pusat).
Di kampus kita kerap kali mendapati lembaga eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Kedudukan eksekutif biasanya disebut Badan Eksekutif Mahasiswa atau Dewan Eksekutif Mahasiswa (BEM/DEMA). Sedangkan lembaga legislatif sendiri biasanya di namai dengan Dewan Perwakilan Mahasiswa atau Senat Mahasiswa (DPM/SEMA). Dan lembaga yudikatif-nya biasa disebut Mahkamah Mahasiswa (MM).
Hampir semua kampus di Indonesia menerapkan sistem Trias Politica tersebut. Namun, masih jarang kampus yang memiliki lembaga yudikatif atau mahkamah mahasiswa.
Dalam perebutan kursi kepemimpinan atau perebutan suara, terdapat pemilihan umum (Pemilu) yang biasa dinamakan pemilihan umum raya (pemilra/pemilu raya), pemilihan mahasiswa (pemilma), atau mungkin nama yang berbeda dengan mekanisme demokrasi, yang tujuannya untuk menentukan presiden atau wakil presiden mahasiswa, pemilihan ketua BEM atau DEMA, maupun pemilihan ketua himpunan (HIMA) Atau Himpunan mahasiswa jurusan (HMJ) atau dengan nama lain seperti himpunan mahasiswa program studi (HMPS). Ataupun dengan nama lain yang menaungi kepemimpinan mahasiswa skala jurusan.
Dalam dinamika pun memiiki kemiripan. Dimana masing-masing memiliki partai atau koalisi, yang juga saling beradu, saling menyenggol dalam berebut kursi kepemimpinan.
Dinamika yang terjadi dalam kontestasi pesta demokrasi yang mewarnai politik kampus juga hampir mirip dengan iklim politik di Indonesia, seperti terjadinya konflik antar kubu ketika pemilihan. pelanggaran ketika kampanye, adanya buzzer, black campaign, dsb.
Namun, banyak mahasiswa yang menyalahgunakan arti daripada kata politik atau politik kampus. Antara satu kubu satu dan kubu lain saling memberikan tawaran yang berakhir hanya janji manis saja. Banyak mahasiswa yang mengartikan politik adalah kebohongan. Padahal tidak ada satupun buku atau referensi yang menjelaskan bahwa politik itu adalah kebohongan. Tidak ada seorangpun pakar atau ahli yang menerangkan bahwa politik adalah kebohongan.
Politik kampus seharusnya menjadi ladang dan pemupukan bagi para mahasiswa yang dimasa mendatang akan menjadi generasi penerus bangsa. Jangan sampai politik kampus ikut mencontoh buruknya politik yang terjadi di Indonesia, melihat kondisi perpolitikan di tanah air akhir-akhir ini yang buruk, juga terdapat dikotomi sehingga menimbulkan perpecahan.
Adanya warna-warni dalam pesta demokrasi di kampus tentu merupakan proses pembelajaran bagi mahasiswa sebelum terjun ke dunia perpolitikan di Indonesia. Oleh karena itu sikap yang baik harus senantiasa dilakukan dalam melakukan politik kampus karena sejatinya politik kampus merupakan miniatur politik Indonesia, dan kampus merupakan miniatur negara.
Penulis: Mursil Akhsam (Mahasiswa Ilmu Hukum Angkatan 2021)
No comments