• Breaking News

    ⚖️ Himpunan Mahasiswa Jurusan Ilmu hukum 𝐄𝐪𝐮𝐮𝐦 𝐞𝐭 𝐛𝐨𝐧𝐮𝐦 𝐞𝐬𝐭 𝐥𝐞𝐱 𝐥𝐞𝐠𝐮𝐦 ⚖️ Fakultas Syariah dan Hukum, Uin Alauddin Makassar ⚖️

    Reformasi Polri Hanya Ilusi: Lagi-lagi Kultur Kekerasan Aparat Berujung Tragis

    Gambar : pribadi Sri rejeki asri

    Opini - Dalam disertasi Jacqueline Baker yang berjudul the rise of polri mendeskripsikan polisi yang rimpang beroperasi dengan cara yang tidak diketahui oleh mereka dan seringkali bertentangan dengan bagian-bagian mereka sendiri sebab polisi menjadi lebih mirip militer padahal mereka disebut sebagai institusi yang mengayomi dan seharusnya lebih humanis. Meninggalnya seorang tahanan berinisial RN di polres Polewali Mandar, Sulawesi Barat menambah catatan merah institusi kepolisian sepanjang tahun 2024 akibat tindak kekerasan yang terjadi secara terus menerus. Kasus ini mencerminkan masalah mendasar terhadap profesionalisme aparat yang tak kunjung dibenahi.

    Sebut saja soal arogansi, aparat kepolisian senantiasa nampak “superbody” hal tersebut ditengarai sebab terlihat amat sulit dilakukannya pendekatan humanis serta penghormatan terhadap Hak Asasi Manusia, tuduhan ini bukan tanpa alasan sebab menurut data pelanggaran HAM yang didokumentasikan oleh Lembaga Bantuan Hukum Masyarakat di tiga rumah tahanan negara di Jakarta, selama periode januari hingga mei 2024 setidaknya terdapat 35 tahanan yang terdiri dari (32 laki-laki dan 3 perempuan) yang mengaku mengalami penyiksaan selama proses penyidikan. Namun data ini hanya Sebagian kecil dari banyaknya kasus yang terjadi atau bahkan tidak terungkit sama sekali, terlebih jika didaerah pelosok yang minim pengawasan dan sorotan publik. 

    Kasus yang menimpa Korban RN ketika dijemput paksa, dituduh tanpa bukti, hingga dipulangkan dalam keadaan tak bernyawa masih saja direspon secara tidak wajar oleh pihak kepolisian bahkan melakukan penyangkalan terhadap peristiwa yang menimpa korban padahal luka lebam di sekujur tubuh korban menyisakan tanda tanya yang amat besar. Terlihat betapa perlunya perbaikan terhadap kualitas kinerja kepolisian yang seharusnya menjadi garda terdepan dalam menjaga keamanan dan kenyamanan dan melindungi hak-hak masyarakat sipil. Namun setelah 78 tahun institusi ini berdiri nyatanya belum mampu membenahi dan membangun internal kepolisian yang efektif. 

    Krisis kepercayaan yang dialami institusi polri saat ini belum menemukan tanda-tanda akan pulih sebab polisi amat proaktif terhadap praktik brutal penyiksaan, deretan kasus yang melibatkan polisi sebagai pelaku kekerasan, salah tangkap, intimidasi, kriminalisasi hingga penahanan secara sewenang-wenang sama sekali tidak selaras dengan tugas dan fungsi polisi sebagai alat negara di bidang penegakan hukum dan pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat. Padahal ukuran Keberhasilan polisi dalam membangun hubungan kemitraan dengan masyarakat selalu dilandasi dengan fondasi kepercayaan sebab tergantung bagaimana masyarakat memberikan respons melalui pemberdayaan dan keterlibatan mereka atau sering disebut sebagai bentuk partisipasi masyarakat. Mengutip dari Jones dan Newburn, bahwa ketika pemolisian publik mencari identitasnya, pada saat yang bersamaan organisasi polisi tersebut mengalami transformasi (Tim Newburn) pada buku criminology 2013.

    Reformasi mendalam aparat kepolisian terhadap institusi mereka mesti memperhatikan mekanisme kerja kelembagaan, budaya kerja aparat, serta perangkat peraturan yang mendukung kinerja kelembagaan serta standar kerja aparat, ada juga sosialisasi hukum yang diabaikan sehingga hal ini yang memberi jarak atau kerenggangan antara institusi kepolisian dengan masyarakat sebab tidak maksimalnya atau mungkin tidak dilakukan pendekatan persuasif yang bersifat populis. Selain itu reformasi Polri harus mengacu pada orientasi utama penegakan hukum (rule of law) dan hak asasi manusia sebagai instrument utama negara demokrasi.

    Penulis : Sri Rejeki Asri (Anggota Bidang Advokasi, Politik, Hukum dan HAM)

    No comments