Inkonsistensi Pemerintah dalam Menjalankan Sebuah Aturan
OPINI - Mendekati bulan suci Ramadhan atau mendekati hari raya Idul Fitri, ada salah satu tradisi yang biasa dilakukan masyarakat Indonesia yang disebut Mudik. Mudik ini di mana orang-orang memanfaatkan libur untuk bersilaturahmi bersama keluarga di kampung halaman.
Namun, sangat disayangkan pada tahun ini Pemerintah mulai melarang lagi masyarakat untuk mudik, dengan alasan untuk memutus penyebaran virus.“Sesuai arahan Bapak Presiden dan hasil keputusan rapat koordinasi tingkat menteri maka ditetapkan bahwa tahun 2021 mudik ditiadakan.” ujarnya dalam keterangan pers yang digelar secara daring usai Rakor saat itu. Hal yang sama dilakukan pemerintah pada tahun 2020 lalu.
Ketika Pak Jokowi beberapa bulan lalu berkunjung ke Maumere dan Makassar untuk melakukan kunjungan kerja, tidak adanya pelarangan bagi masyarakat untuk berkerumun menyambut kedatangan orang nomor satu di Indonesia itu. Ini sama saja membuat adanya penambahan kasus baru penyebaran virus.
Apakah masyarakat tidak kebingungan dengan aturan ini?Kenapa pemerintah tidak menghimbau masyarakat saja untuk tetap menaati protokol kesehatan ketika mudik. Ini masih sedikit dari banyaknya aturan yang membuat bingung setelah adanya virus ini.
Aturan yang membuat bingung lagi itu setalah adanya kebijakan New Normal. Kebijakan New Normal ini adalah pemulihan stabilitas ekonomi nasional dengan tetap menaati protokol kesehatan. Yang menjadi sorotan di sini adalah ketika Pasar, Mall, dan kantor sudah dibuka. Tapi, Sekolah dan Universitas tetap ditutup karena dianggap juga sebagai tempat penyebaran virus.
Bukankah tempat yang lebih bisa menjaga protokol kesehatan itu cuma Sekolah dan Universitas. Di mana Dosen/Guru lebih bisa mengatur siswa/mahasiswa untuk tetap menaati protokol kesehatan dengan jaga jarak ketika belajar dan memakai masker ketika belajar. Selain tempat belajar di sana juga sumber dari pendapatan ekonomi masyarakat seperti kantin, warkop, Fotocopy, dll.
Seperti kasus yang baru saja terjadi di pernikahan salah satu public figure, yakni, Atta Halilintar dan Aurel Hermansyah yang dihadiri oleh pak Presiden Jokowi, tetapi masih segar dalam ingatan kita HRS dijadikan tersangka dalam kasus kerumunan di Petamburan. Kasus yang sama terjadi tetapi tidak ada tersangka.
Terlepas dari semua itu harusnya pemerintah bisa lebih adil dalam menjalankan aturannya sendiri. Untuk apa sebuah aturan dibentuk kalau hanya untuk dilanggar. Dalam tulisan ini tidak ada menyinggung individu atau instansi terkait, tetapi untuk menegaskan harus lebih adilnya pemerintah dalam menyikapi sebuah aturan.
Penulis : Muh. Hendy Amirul Alifka (Mahasiswa Ilmu Hukum Angkatan 2020).
No comments