Refleksi Perjuangan Ki Hadjar Dewantara, Serentak Bergerak, dan Menciptakan Emansipasi Pendidikan di Hari Pendidikan Nasional
OPINI - Minggu, 2 mei 2021 indonesia memperingati hari pendidikan nasional (Hardiknas) dengan tema "Serentak Bergerak, Wujudkan Merdeka Belajar"
Hardiknas ditetapkan tepat pada tanggal 02 mei merupakan bentuk peringatan terhadap jasa - jasa tokoh pendidikan dan pahlawan nasional Ki Hadjar Dewantara yang dimana tanggal 02 mei tersebut juga bertepatan dengan tanggal lahir Ki Hadjar Dewantara.
Ki Hadjar Dewantara lahir di Yogyakarta, 02 mei 1889. Beliau merupakan sang pelopor pendidikan bagi kaum pribumi Indonesia dari zaman penjajahan Belanda. Beliau mampu berani bersuara menentang kebijakan pendidikan pemerintah hindia belanda pada masa itu, yang dimana hanya anak - anak keturunan belanda dan kaum priyai yang bisa mendapatkan pendidikan. Akibatnya Ki Hadjar Dewantara di asingkan ke belanda dan mengenyam pendidikan di sana.
Ki Hadjar Dewantara kembali ke Indonesia pada bulan September 1919. Segera kemudian ia bergabung dalam sekolah binaan saudaranya. Pengalaman mengajar ini kemudian digunakannya untuk mengembangkan konsep mengajar bagi sekolah yang ia dirikan pada tanggal 3 Juli 1922.
Ia di gelari tokoh pendidikan nasional karena beliau membangun sebuah lembaga pendidikan Nationaal Onderwijs Institute, Tamansiswa atau Perguruan Nasional Tamansiswa. Suatu lembaga pendidikan yang memberikan kesempatan bagi para pribumi untuk bisa memperoleh hak pendidikan seperti halnya para priyayi maupun orang-orang Belanda.
Ki Hadjar Dewantara memiliki semboyan yang selalu ia terapkan dalam sistem pendidikan. "Ing ngarso sung tulodo, Ing madyo mangun karso, Tut wuri handayani."
Arti dari semboyan tersebut adalah: Ing Ngarsa Sung Tulada (di depan, seorang pendidik harus memberi teladan atau contoh tindakan yang baik), Ing Madya Mangun Karsa (di tengah atau di antara murid, guru harus menciptakan prakarsa dan ide), dan Tut Wuri Handayani (dari belakang seorang guru harus bisa memberikan dorongan dan arahan).
Berkat usaha kerja keras dan jasanya dalam rangka merintis pendidikan di tanah air, beliau dinobatkan sebagai Bapak Pendidikan Nasional Indonesia atas dasar Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 305 Tahun 1959 pada Tanggal 28 November 1959.
Dari sejarah tersebut kita seharusnya membuka mata, membuka jiwa, bahwasannya pendidikan yang kita dapatkan pada hari ini butuh pengorbanan, bagaimana seorang Ki Hadjar Dewantara memperjuangkan kebebasan pendidikan dan mampu membangun suatu peradaban pendidikan dengan gagasannya taman siswa terhadap bangsa indonesia.
Namun seiring waktu berganti pendidikan pada hari ini menganut doktrin kapitalis yang dimana hanya orang yang berjas dan memiliki jabatan yang dapat dikatakan orang yang berpendidikan.
Stigma masyarakat seperti itu harus dihilangkan dengan menerapkan emansipasi pendidikan terhadap anak bangsa dan masyarakat indonesia, sebab seorang yang terdidik atau orang yang berpendidikan merupakan seorang yang idealis, berprinsip, berilmu, berpengetahuan, mampu berusaha menyelesaikan segala bentuk patologi dengan menggunakan pemikiran dan usahanya, tak harus berjas, berpakaian elok tetapi harus memiliki daya dan upaya untuk memahami ilmu pengetahuan serta berguna bagi agama, bangsa, dan negara.
Dan yang paling penting adalah bagaimana ia memiliki iman, adab, tata krama, budi pekerti, dan rasa menghormati terhadap sesama manusia terutama guru dan orang tua. Guru merupakan seorang yang paling berjasa memberikan sumbangsih terhadap kemajuan pendidikan.
Semoga saja tema hari pendidikan nasional tahun 2021 "Serentak Bergerak, Mewujudkan Merdeka Belajar" mampu terwujud, sehingga menimbulkan nilai dari esensi kata "Emansipasi Pendidikan", mampu menanamkan jiwa pemuda bangsa yang saling menghargai, yang saling bertoleransi, pluralis, serta melahirkan generasi yang berintelektual, dan berpendidikan.
Ki Hadjar Dewantara pernah mengatakan "Dengan adanya budi pekerti, tiap-tiap manusia berdiri sebagai manusia merdeka (berpribadi), yang dapat memerintah atau menguasai diri sendiri. Inilah manusia beradab dan itulah maksud dan tujuan pendidikan dalam garis besarnya". Jadi kita dapat menyimpulkan bahwa orang yang beradab itu memiliki tingkatan jauh di atas orang yang berilmu. Percuma berilmu kalau tidak beradab. Tanpa ilmu, adab itu tetap berguna, tetapi tanpa adab, ilmu itu tidak akan berguna. Dan segalanya itu adalah cita-cita pendidikan.
Penulis : Ahmad Maulana Said (Mahasiswa Ilmu Hukum Angkatan 2020)
No comments