Manifesto Bidang Akhlak Dan Moral HMJ Ilmu Hukum UINAM Tentang Perbedaan Hari Raya Idul Fitri 1444 H
Gambar : Sumber inews.id From Pinterest
Opini - Hasil Sidang Isbat Kemenag RI menetapkan Idul Fitri 1 Syawal 1444 H jatuh pada Sabtu, 22 April 2023. Keputusan Lebaran 2023 jatuh pada Sabtu, 22 April 2023 disampaikan Menteri Agama (Menag) Yakut Cholil Qoumas setelah sidang Isbat yang digelar Kementerian Agama, Kamis (20/4/2023). Hal tersebut terdapat perbedaan dengan Pimpinan Pusat Muhammadiyah yang sebelumnya telah menetapkan 1 Syawal jatuh pada hari Jumat, 20 April 2022. Hal tersebut sebetulnya bukan lagi menjadi permasalahan di tengah kultur umat Islam Indonesia. Namun beberapa hari yang lalu terdapat
Kejadian penolakan izin shalat Idul Fitri oleh sejumlah daerah di Indonesia, menunjukkan bahwa perbedaan pandangan ijtihad masih menjadi isu sentral yang perlu diatasi dalam masyarakat.
Patut disayangkan tatkala sikap penolakan baru-baru ini dilakukan oleh oknum pemerintah daerah. seolah olah menunjukkan keinginan mengantar masyarakat indonesia untuk jenuh dengan kehidupan dalam dimensi perdamaian. Kebijakan pemerintah yg harusnya memperhatikan berbagai aspek prinsip, yaitu moral, etika dan keadilan. Keadilan yang merupakan prinsip moral dan etis yang mengacu pada pemberian hak terukur kepada setiap individu dalam masyarakat tanpa diskriminasi. Saat ini nampaknya sukar terealisasi. Namun salah satu hal yang patut disyukuri pemerintah daerah tersebut telah mencabut penolakan izin tersebut.
Perbedaan yang terdapat dalam metode penentuan kalender Hijriyah, menunjukkan kompleksitas dan keragaman dalam tubuh umat islam. Kendati begitu, perbedaan tersebut tidak semestinya menjadi alasan untuk menimbulkan permusuhan dan konflik antar umat Islam di Indonesia. Sebaliknya, segala respon yg dibutuhkan adalah spirit ukhuwah Islamiyah.
Para tokoh penting dari Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah telah menegaskan pentingnya menghargai perbedaan dalam masyarakat dan menghindari konflik yang dapat mengancam perdamaian dan kebersamaan antar umat beragama.
Adapun mengenai kilasan sejarah perbedaan metode penentuan kalender Hijriyah dalam menentukan tanggal hari raya Idul Fitri sebetulnya telah berlangsung selama berabad-abad. Pada awalnya, metode yang digunakan adalah pengamatan langsung terhadap hilal atau bulan setelah terbenamnya matahari. Namun, metode ini memiliki kelemahan dalam pengamatan dan sering kali menimbulkan perbedaan dalam menentukan tanggal hari raya Idul Fitri antar daerah.
Kemudian, muncul metode perhitungan matematika yang lebih akurat dan efisien untuk menentukan tanggal hari raya Idul Fitri. Metode ini didasarkan pada rumus matematika untuk memprediksi gerakan bulan dan posisinya di atas horizon, sehingga dapat memperkirakan saat hilal terlihat dan menentukan awal bulan Ramadan dan Idul Fitri. Metode ini dikenal sebagai metode hisab.
Namun, metode hisab ini juga menimbulkan perbedaan dalam menentukan tanggal hari raya Idul Fitri antar daerah dan antar negara, karena setiap daerah memiliki rumus matematika yang berbeda dalam menentukan gerakan bulan. Hal ini mengakibatkan terjadinya perbedaan dalam menentukan awal bulan Ramadan dan Idul Fitri, yang pada gilirannya dapat memicu konflik dan permusuhan antar umat Islam.
Seiring berjalannya waktu, muncul upaya-upaya untuk menyatukan metode penentuan kalender Hijriyah agar tidak terjadi perbedaan dalam menentukan tanggal hari raya Idul Fitri antar daerah dan antar negara. Salah satu upaya tersebut adalah dengan membentuk Badan Hisab Rukyat (BHR) yang bertugas untuk menentukan awal bulan Ramadan dan Idul Fitri secara nasional. Namun, hingga saat ini masih terdapat perbedaan antar negara dalam menentukan tanggal hari raya Idul Fitri, yang menunjukkan betapa kompleksnya masalah ini.
Sehingga fakta perbedaan yang telah berlangsung sejak lama harusnya sudah melekat sikap yang matang bagi setiap pribadi atau golongan. Demi aktualisasi hadis nabi "Perbedaan pendapat di tengah umatku adalah rahmat".
Menutup narasi kali ini, mengajak kepada seluruh umat islam agar tidak terpancing menumbuhkan bibit perpecahan pada perbedaan yg bersifat khilafiyah atau cabang. Track record perdamaian dua ormas Islam terbesar di dunia jangan sampai dihancurkan oleh kesalahan sikap pada saat ini. Umat Islam Indonesia yang dijadikan kiblat kehidupan berbangsa oleh masyarakat dunia Islam sudah seharusnya mengambil sikap terukur dalam setiap fenomena kehidupan. Kultur Aswaja yang melekat padanya prinsip wasathiyah harus terus menjadi identitas umat Islam di Indonesia, spirit Aswaja dalam sanubari uma telah terbukti mengantarkan pada kokohnya ukhuwah Islamiyah. Hasil yang lebih kompleks-pun muncul sebagai buah dari ukhuwah islamiyah yakni ukhuwah wathaniyah atau persaudaraan sesama anak bangsa.
Penyusun : Bidang Akhlak Dan Moral HMJ Ilmu Hukum UINAM
No comments