Bubarkan Gerak Jalan Waria Di Bumi Sulawesi Selatan
Opini - Penodaan terhadap hari kemerdekaan Indonesia
Dengan dalih bergembira atas perayaan hari kemerdekaan, gerak jalan waria di sejumlah daerah Sulawesi selatan seolah menjadi rutinitas untuk dilaksanakan tiap tahun. Gerak jalan tersebut biasanya dilakukan oleh para pelajar mulai dari jenjang SD hingga SMA. Belajar dari pengalaman tahun ke tahun, kita dikejutkan dengan berlangsungnya gerak jalan yang dilakukan oleh waria di Sulawesi selatan diantaranya Pangkep dan Luwu, . Meski mendapat kecaman dari berbagai pihak, hal tersebut tetap saja dilaksanakan.
Sebagaimana yang kita ketahui bahwa Waria atau Transgender merupakan suatu hal yang menyimpang dari nilai nilai agama dan moral bahkan bertentangan dengan hukum yang berlaku di Indonesia.
Hal ini tertuang dalam ketetapan MPR No. 111/MPR/2000, tepatnya pada pasal 1 ayat 3 menyatakan bahwa sumber hukum dasar nasional adalah Pancasila sebagaimana dalam pembukaan UUD 1945.
Sila pertama Pancasila adalah Ketuhanan Yang Maha Esa. Indonesia mengakui adanya Tuhan Sang Penguasa Alam, Implementasi nyata dari pengakuan terhadap Tuhan adalah dengan menaati perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya seperti yang termaktub dalam kitab suci dan ajaran agama.
Sedangkan Transgender merupakan suatu hal yg melanggar nilai nilai-ketuhanan yg maha esa.
Pasal 29 ayat (2) Undang-Undang Dasar Tahun 1945 juga menyatakan bahwa Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduknya untuk memeluk agama.
Bangsa Indonesia menganut 6 agama yaitu Islam, Kristen Katolik, Kristen Protestan, Hindu, Buddha, dan Konghucu.
Tidak ada satupun agama yang dianut di Indonesia memperbolehkan perilaku seksual menyimpang termasuk Transgender
Pihak yang pro terhadap LGBT biasanya menggunakan alasan HAM versi barat untuk menguatkan argumentasinya. Sedangkan HAM di Indonesia punya terminologi tersendiri yang selaras dengan deklarasi HAM di Kairo pada tahun 1990.
Dalam Pasal 28 J Undang-Undang Dasar 1945 menyatakan sebagai berikut :
1. Setiap orang wajib menghormati hak asasi manusia orang lain dalam tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
2. Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk pada mereka yang ditetapkan dengan undang-undang dengan tujuan semata-mata untuk memastikan pengakuan atas hak dan kebebasan orang lain sesuai dengan pertimbangan moral, nilai- nilai agama, keamanan, dan penggunaan umum dalam suatu masyarakat demokratis.
Selain itu, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia secara lebih dalam mengatur mengenai kebebasan berekspresi tersebut, dalam Pasal 22 ayat (3) Undang-Undang itu menyebutkan, " Setiap orang bebas, mengeluarkan, dan menyebarluaskan pendapat sesuai hati nuraninya secara lisan atau tulisan melalui media maupun media cetak elektronik dengan memperhatikan nilai-nilai agama, kesusilaan, kepentingan umum, dan keutuhan bangsa ."
Memang, setiap manusia memiliki kebebasan masing-masing, tetapi jika ditelaah lebih dalam bahwa kebebasan yang dimiliki berbanding lurus dengan batasan yang harus dipenuhi pula, seperti agama, kesusilaan, kepentingan umum, hingga keutuhan bangsa
Oleh karena itu, sebagai wujud dari ketaatan negara pada konstitusinya, pemerintah dalam menangani fenomena tersebut tidak boleh memberikan panggung dan kesempatan kepada mereka kaum LGBT untuk menyebarluaskan pengaruhnya ke masyarakat umum, Sebab hal ini sudah jelas bertentangan dengan konstitusi Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Penulis : Zulkifly (Sekretaris Bidang Akhlak & Moral HMJ Ilmu Hukum)
No comments