Apakah Zaman Telah Mengikis Perlawanan Idealisme Mahasiswa ?
Sumber : doc pribadi Fajar
Opini - Kampus adalah sebuah tempat berkumpulnya para mahasiswa intelektual, mahasiswa yang menjadi harapan terakhir bangsa, apalagi mahasiswa memegang peran penting sebagai agent of change, agent yang memegang beban moral untuk membawa keterpurukan masyarakat menuju perubahan yang lebih baik.
Mengingat sejarah perjalanan panjang bangsa kita Indonesia tidak dapat kita pungkiri bahwa mahasiswa mempunyai banyak ambil andil dan memiliki peran penting dalam membebaskan rakyat dari pemimpin yang tidak bermoral. Pemimpin yang bersekutu dengan kaum-kaum elit dan kapitalis sehingga rakyat menjadi korbannya.
Kita bisa melihat contoh kasus pada kerusuhan tahun 1998, jika kita menelusuri lebih jauh betapa luar biasanya para mahasiswa pada saat itu yang rela berdarah-darah sampai titik penghabisan, serta berjuang melawan pemerintah yang ototriter yang tidak mau di kritik, yang mana banyak khalayak mahasiswa pada saat itu yang menjadi perisai bangsa untuk melindungi indonesia dari rezim yang kejam pada masa tersebut. TGPF memaparkan temuannya pada 23 Oktober 1998. Dalam laporannya, TGPF merinci jumlah korban, yang terdiri atas korban tewas, korban luka, dan korban kekerasan seksual. Menurut TGPF, dampak yang ditimbulkan dari Kerusuhan Mei, 1998 telah merenggut nyawa 1.190 orang diJakarta. Dan dilaporkan sekitar (260 juta USD) kerugian yang dialami akibat peristiwa tersebut jika di rupiahkan sekitar 3,1 trilliun rupiah Pada tahun 2010, proses hukum atas kerusuhan tersebut terhenti dan belum selesai sampai sekarang .
Tapi semua hal tersebut layak diperjuangkan. jika bukan karena para mahasiswa yang pada saat itu melawan untuk ketidakadilan, kita tidak akan mendapatkan hak untuk bersuara, hak untuk berbicara,dan hak untuk berpendapat. Dan yang lebih penting peristiwa itulah yang melahirkan sistem demokrasi yang kita gunakan saat ini. jika bukan para mahasiswa Kita tidak akan merasakan itu semua. Dan setelah kasus 1998 terjadi kasus inilah yang sangat berpengaruh terhadap hak asasi manusia dan itulah salah satu alasan terbentuknya komnas HAM yang ada pada saat ini.
Namun melihat realita yang terjadi saat ini sangat jauh berbeda kampus sudah hampir kehilangan tradisi perlawanannya. Perkembangan zaman nampaknya sudah mengikis kebudayaan kritis dan sudah menggrogoti idealisme mahasiswa sehingga takut dan mandul budaya diskusi untuk mengkaji kebijakan pemerintah yang tidak pro terhadap masyarakat.
Semakin hari mahasiswa semakin mengalami kemunduran moral yang sangat pesat banyak mahasiswa sekarang hanya membuang-buang waktunya untuk hal-hal yang tidak bermanfaat seperti, main game, mabuk-mabukan, tawuran antar fakultas, nongkrong di cafe berjam-jam membahas hal yang tidak berguna. Walaupun ada mahasiswa yang cerdas mahasiswa zaman sekarang sudah kehilangan independasinya gampang tergiur oleh tawaran-tawaran pemerintah sehingga ia menggunakan kepintarannya untuk bersekutu dengan pemerintah yang busuk, seakan ia lupa akan tanggung jawabnya sebagai mahasiswa.
Jutaan mahasiswa di Indonesia hanya sedikit yang paham akan tugas dan tanggung jawabnya sebagai mahasiswa, terutama dalam memahami nilai-nilai perjuangan. ini adalah kenyataan yang pahit yang harus kita terima melihat mahasiswa zaman sekarang yang sudah pengecut dan takut terhadap pemerintah.
Hampir semua mahasiswa organisasi sekarang hanya terpaku dengan aksesoris. kemanapun mereka pergi selalu menggunakan baju bermotif aktivis tidak peduli mau itu kekampus, kegunung, kepantai atau tempat lainnya. Seolah mereka ingin memperlihatkan ke orang lain bahwasanya mereka aktivis. Namun kenyataannya mereka tidak pernah terlibat dalam perjuangan apapun.
Kata bung eko prasetyo ‘‘apa yang kita harapkan dari kampus yang kehilangan tradisi intelektuanya jika tradisi intelektualnya hilang maka tradisi perlawanannya akan lenyap tak akan pernah ada demonstrasi ditempat ini. Tak akan pernah ada upaya-upaya perlawanan atas kekuasaan yang makin diktator kampus ini akan sunyi dan apa yang kira-kira membuat kita layak menjadi mahasiswa jika keberanian tidak ada. Kampus kehilangan potensi subversifnya anaknya penampilan radikal tapi pikirannya konservatif anaknya penampilan progresif tapi tidak pernah melakukan upaya perlawanan sama sekali. Sudah tidak ada pemogokan tidak bayar ukt, ukt berapapun anda layani, ukt berapapun kalian penuhi, kampus sangat hebat membuat kepatuhan’’.
Artinya kita kehilangan tradisi perlawanan dan ketika tradisi perlawanan hilang maka tradisi berorganisasi tidak ada. tradisi hidup kolektif tidak hidup dan itu yang membuat kampus ini di isi oleh keteraturan dan parkirnya pun menjadi rapih.
Jadi marilah teman-teman jangan mau hidup di bawah naungan para birokrat yang hanya mau seenaknya saja. Jangan mau menjadi anjing yang patuh terhadap majikannya marilah sadar akan hal yang benar-benar salah dan membela hal yang patut dibela.
Marilah antarkan negeri ini mencapai puncaknya untuk membawa hal-hal yang lebih baik untuk anak cucu kita, mungkin para aktivis terdahulu yang telah gugur yang sudah berjuang untuk kita sudah tidak dapat merasakan apa yang mereka perjuangkan, tapi setidaknya mereka memberikan kebebasan dan hak-hak yang mereka dulu perjuangkan bukan hanya diberikan kepada anak cucunya tetapi kepada kita semua. Padi sudah sepantasnya kita berterima kasih kepada mereka yang telah berjuang untuk mendapatkan keadilan untuk negeri ini dan melanjutkan apa yang sudah sepantasnya di lanjutkan. waktu saya SMP guru sejarah saya pernah berkata ‘’Bangsa yang besar adalah bangsa yang mengingat jasa para pahlawannya’’. Untuk itu kita sebagai generasi penerus bangsa harus bisa meneladani semangat dan nilai kepahlawanan dengan menjadikan pahlawan sebagai panutan.
"Jadi setidaknya jika kita tidak bisa membantu alangkah baiknya kita tidak menjadi benalu."
Penulis : Al-Fajar Saputra (Anggota Bidang Kaderisasi HMJ Ilmu Hukum)
No comments